Apa yang terjadi ketika kebutuhan terhadap sesuatu hal yang
begitu penting bagi manusia namun tidak kunjung dia dapatkan, atau mungkin
sedang dalam suatu proses penantian dimana bagi beberapa manusia yang tidak
menggunakan akalnya secara jernih akan menilai bahwa proses penantian itu
merupakan sebuah ketidakjelasan Allah.
Mungkin mereka akan bosan menunggu. Mungkin manusia akan merasa
dipermainkan. Bila sudah muncul pemikiran demikian maka rasa penasaran yang
bernuansa negatif bisa saja muncul. Ya, pertanyaan tentang “Mau apa sih ini
sebenarnya” adalah pertanyaan yang standar untuk terlintas di benak manusia.
Kemudian proses ini akan berlanjut ke tahap “mencari tau”. Tapi tunggu,
bagaimana mungkin takdir Allah yang teramat rahasia tersebut bisa diketahui
oleh manusia biasa hanya dengan tahap “mencari tau”. Rupa-rupanya, manusia
menamakan langkah tersebut menjadi sebuah nama “meramal”.
Pada awalnya mungkin beberapa orang tidak percaya tentang
ramalan. Mereka berpendapat bahwa ramalan itu tidak penting dan hanya
orang-orang yang tidak rasional saja yang mempercayai ramalan. Begitulah
pendapat beberapa orang yang tidak percaya ramalan sebelumnya. Namun pada
akhirnya akan tiba masanya mereka akhirnya berkeinginan untuk sekedar atau
“iseng” untuk melihat ramalan. Dan ramalan yang sangat mudah untuk diakses kaum
manusia adalah ramalan bintang, karena banyak sekali media yang memfasilitasi
untuk membagikannya secara masal. Dari keisengan untuk “membaca” ramalan
bintang, maka otak akan mengolah kata-kata yang tertulis pada menu ramalan
bintang tadi kemudian mengolahnya menjadi sebuah informasi. Minimal, otak
manusia akan berkata “ooh..” setelah membaca ramalan bintang.
Secara tidak langsung, otak manusia tidak akan bisa
melupakan hal-hal yang pernah terjadi terhadap diri sendiri. Misalnya, masih
ingatkah Anda kemarin sarapan makan apa? Walaupun otak memerlukan waktu sejenak
untuk berpikir “Hmm apa ya..” namun pada akhirnya otak akan menemukan
jawabannya pula “Oh iya ding, makan terasi.” Ya, itu karena otak kita
sebenarnya hebat, tidak bisa melupakan apa yang telah terjadi. Ada quote
islamik yang menyatakan bahwa “Masa lalu adalah masa yang paling panjang dan
paling jauh. Masa yang paling panjang karena pikiran kita dapat memutar kembali
semua peristiwa yang terjadi, bila sudah selesai diputar pun masih bisa diputar
lagi, bila ingin diputar lagi juga masih bisa sesuka-suka manusia sendiri.
Sedangkan masa yang paling jauh karena masa lalu tidak akan pernah bisa kembali
lagi.” Sehingga satu detik yang lalu juga merupakan masa yang paling jauh
karena tidak akan kembali lagi. Oleh karena itu pergunakan waktu sebaik-baiknya
karena waktu tidak akan kembali lagi. Begitu berharganya waktu, bahkan Allah
SWT sampai berjanji dengan mengatas-namakan waktu, dalam surat Al Ashr, “demi
waktu, sesungguhnya semua manusia itu pada dasarnya akan mengalami kerugian
waktu, kecuali orang yang beriman,
orang yang mengerjakan amal salih, dan orang yang saling mengingatkan untuk
berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang tidak baik”.
Kembali ke topik ramalan, otak manusia akan membawa
kalimat-kalimat yang tertuang dalam ramalan bintang dalam kehidupan
sehari-harinya. Misalnya, dalam ramalan itu tertulis bahwa dalam satu minggu ke
depan Anda akan memperoleh cukup banyak uang. Kemudian Anda terngiang terus
dengan kalimat tersebut. Akhirnya benar terjadi, dalam beberapa hari kemudian
penjualan Anda meningkat, Anda mendapat bonus dari atasan, dan lain sebagainya.
Pada akhirnya orang yang tidak percaya terhadap ramalan pun berpikir “Hey,
benar juga ya…”
Hari demi hari, mereka akan tertarik untuk melihat ramalan
bintang dan terus memantau update-annya.
Dan seperti yang terjadi sebelumnya, sebagian besar kalimat yang tertuang dalam
ramalan itu pun menjadi kenyataan. Maka semakin tertariklah orang tersebut
dengan yang disebut ramalan. Dan di sinilah biasanya penyelewengan terhadap
“kepercayaan” terjadi.
Pernahkan Anda membaca quote ini? Saya yakin pasti pernah.
“Allah itu akan memberikan sesuai dengan prasangka hambanya.”
Berdasarkan statement tersebut, sudah jelas tampak bahwa
sebenarnya apa pun yang terjadi di dunia ini adalah atas izin Allah. Plus, atas izin pemikiran manusia
sendiri juga. Dalam artian apakah manusia itu menginginkan banyak hal yang
positif atau lebih banyak hal negatif di pikirannya. Hal ini sejalan dengan
hukum tarik menarik (law of attraction)
yang telah dibedah dalam buku Quantum Ikhlas (bisa didownload ebooknya di sini). Alam semesta secara
langsung sebenarnya telah memproses apapun yang ada dalam pikiran kita, kita
hanya perlu menunggu terjadinya sesuatu yang ada di pikiran kita tersebut.
Jadi sebenarnya yang membuat ramalan dapat bekerja secara
“pas” itu adalah Allah SWT sebagai penguasa semesta alam. Dialah yang mengabulkan
segala yang ada dalam pikiran hambanya. Bila hambanya berpikir A maka Allah
akan mengabulkan A. Bila hambanya berpikir B maka Allah akan mengabulkan B.
Karena begitu baiknya, Dia mengabulkan segalanya sesuai prasangka hamba-Nya.
Dengan demikian, betapa ironisnya apabila ada seseorang yang
begitu mengagungkan ramalan bintang. Mereka mempercayai ramalan bintang seperti
mereka percaya pada Tuhan mereka. Mereka mau menuruti apa kata ramalan. Jika
ramalan berkata, berhati-hatilah dengan pengeluaran minggu ini, maka mereka
akan melakukan penghematan besar-besaran. Jika ramalan berkata jodoh orang
berbintang Scorpio adalah Libra, maka mereka akan mencari yang demikian. Ya itu
semua mungkin bisa dibilang konyol. Mengapa mereka begitu taat dan patuh
terhadap ramalan, namun mereka tidak taat dan patuh pada Tuhannya. Padahal yang
membuat ramalan itu bekerja itu adalah Tuhan sendiri, Allah SWT. Jika Allah
memerintahkan untuk sedekah sebesar-besarnya, mengapa ada yang masih menahan
hartanya seperti kata ramalan. Jika Allah memerintahkan untuk menikah, mengapa
ada yang masih menunda dengan alasan zodiak yang tidak cocok atau ingin mencari
dan menghitung “hari yang bagus”. Jika Allah memerintahkan untuk beribadah di
masjid, mengapa ada yang masih terdiam di rumah karena mempercayai ramalan yang
mengatakan bahwa kesehatan sedang tidak baik. Sama saja mereka sedang
berkhianat kepada Allah, atau bisa disebut “Syirik”. Padahal Allah lah yang
begitu baiknya mengabulkan apa yang ada dalam pikiran kita namun kita masih
condong pada ramalan. Kabar buruknya adalah, dosa yang tidak bisa diampuni
adalah dosa syirik.
Jadi sebaiknya kita lebih berhati-hati dengan ramalan. Atau
mungkin justru lebih baik untuk tidak percaya sama sekali. Karena semua itu
tidak ada gunanya. Tidak perlu repot-repot untuk membaca ramalan untuk mencegah
terjadinya “syirik kecil”, cukup kita kendalikan pikiran kita untuk berpikir
yang positif atau huznudzon kepada Allah, maka apa pun yang kita inginkan insya
Allah dapat kita dapatkan. Aamiin….
setuju.. tulisan yang mencerahkan :)
BalasHapus