Allahuma sholli ala sayyidina Muhammad, wa’ala aliy
sayyidina Muhammad..
Para pembaca yang dirahmati Allah, saya ingin bercerita salah
satu episode kehidupan saya yang belum lama ini diberikan oleh Allah, di mana menurut
saya ini adalah sebuah pengalaman yang sangat unik dalam perjalanan hidup saya,
dalam pencarian saya atas segala kebesaran Allah. Ya, seperti pada judulnya, atas
izin Allah saya dimampukan membeli sebuah mobil CRV, pakai hafalan Quran Surat
An Naba. Saya katakan begitu, karena saya tidak punya cukup uang, yang saya
punya saat itu ya hafalan, itu pun “baru” surat An Naba.
Namun ternyata, percepatan dari ikhtiar menggunakan Quran
itu jauh lebih cepat ketimbang ikhtiar yang sifatnya dunia. Mungkin Anda pun
sering mendengar kisah orang-orang yang menggeber waktunya untuk Quran lalu hutangnya
yang milyaran lunas, omsetnya jadi triliunan, anaknya lahir dengan selamat, dan
masih banyak lainnya. Salah satunya adalah kisah saya ini.
Bagaimana perasaan Anda ketika mendengar sebuah kata “tahfizh”?
Saya sendiri, jauh sebelum ini, ketika mendengar kata
tahfizh atau hafizh atau sejenisnya, saya merasa takjub dan terkagum dengan
mereka yang memiliki kemampuan menghafal Quran. Namun kekaguman saya itu, hanya
sebatas kekaguman. Saya belum tergerak untuk menjadi bagian dari mereka, para penghafal
Quran. Karena menurut saya itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin
mengingat kesibukan yang sangat padat.
Berangsur-angsur, saya bertemu dengan mereka para penikmat
Quran. Berawal dari gagasan seorang teman untuk menggalang dana sebuah program “Wakaf
Seribu Quran”, saya mulai tergelitik untuk melihat lebih dekat lagi tentang keistimewaan
para hafizh Quran. Kawan saya itu sering mengingatkan, kalau mau dapet
pahalanya penghafal Quran, ya jadilah bagian darinya. Kalau tidak sanggup
menghafal Quran, ya beri sedekah ke para penghafal Quran itu. Beri mereka makanan
untuk buka puasa, belikan Quran untuk mereka bermurojaah, agar pahalanya juga
kita dapet.
Hingga saya bertekad menulis sebuah buku yang jika terbit
nanti seluruh royaltinya akan saya sedekahkan untuk rumah tahfidz. Pada titik
ini, ketertarikan saya terhadap dunia tahfizh semakin bertambah, namun masih
sebatas sebagai pembonceng, alias nebeng pahalanya para penghafal Quran, bukan
sebagai penghafal sendiri. Walaupun sebenarnya, ini pun sudah sangat bagus sekali.
Ketika kita berniat untuk menghafal Quran maka insha Allah
kita sudah dapat pahala dari menghafalkan Quran itu. Namun keberanian dan
greget hati ini untuk berniat menghafal Quran saja masih angin-anginan. Masih
dibelenggu pikiran nggak mungkin.
Sampai akhirnya, tiba saatnya datang bulan Ramadhan tahun
2018. Di situlah saya akhirnya diberi “keinginan” untuk niat menghafal Quran. Nah
lho, keinginan untuk berniat? Jadi mau berniat saja juga butuh keinginan.
Menjelang datangnya bulan suci, murobbi dari liqoah yang
saya ikuti menceritakan kisah seorang pedagang, yang dia itu sengaja menghentikan
kegiatan dagangnya selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Dia ingin
mendedikasikan waktunya seluruhnya untuk beribadah, bukan berdagang.
Kebetulan, sambil bekerja sebagai PNS, saya pun juga nyambi
jualan, menjadi reseller produk British Propolis dan buku Billionaire Store. Omsetnya
saya tabung, mau saya pakai untuk beli mobil.
Mengapa saya kepingin beli mobil? Karena setiap weekend saya
selalu meminjam mobil milik merua saya. Saya yang bekerja di Jakarta, setiap
weekend pulang ke Semarang, ke rumah mertua. Setelah itu, saya pinjam mobilnya,
lalu saya bersama istri dan anak bertolak ke rumah orang tua saya.
Ke-empat-empatnya, bapak ibu kandung dan bapak ibu mertua, sama-sama sudah
berumur. Dan cara saya berbakti kepada ke-empat-empatnya adalah dengan
mengunjunginya setiap weekend, menemaninya di rumah.
Sering saya berandai-andai dengan istri, seandainya punya
mobil sendiri pasti lebih nyaman, tidak sungkan karena selalu pinjam punya
mertua. Namun melihat harga mobil di pasaran, sepertinya bisa baru 3 sampai 5
tahunan lagi kesampaian beli mobil kalau pakai omset jualan reseller tadi. Itu
pun mobil tidak mungkin mobil yang berkelas.
Teringat kisah dari murobbi tadi, saya akhirnya memutuskan
untuk sama sekali tidak berjualan di bulan Ramadhan. Pertama, karena toh omset
satu bulan itu juga gak bakalan bisa untuk beli mobil, kedua karena saya berpikir
tidak ingin “mengganggu” orang dengan dagangan saya sehingga orang pun bisa fokus
untuk beribadah, ketiga saya ingat nasihat dari atasan saya tentang perkara
iman, bahwa sebenarnya ketika iman kita sudah bulat, maka semestinya kita tidak
perlu khawatir sebab akan dicukupkan semua urusan dan kebutuhan kita oleh Allah,
sehingga tidak perlu sampai kita berhutang dan memakan riba karena khawatir tidak
bisa membeli rumah dan sejenisnya. Begitulah, saya off selama satu bulan dari
jualan, yakin aja sama Allah bakal ngasih yang lebih dahsyat dari hasil jualan kalau
saya justru mengisi waktu dengan ibadah Ramadhan.
Kemudian atas izin Allah, masjid di kantor saya mengadakan salah
satu program Ramadhan yaitu kelas tahfizh Quran juz 30. Jam kerja di bulan
Ramadhan yang lebih singkat membuat saya iseng untuk ikut kelas tersebut, untuk
mengisi waktu menunggu buka puasa. Sekali lagi, saya hanya iseng awalnya.
Memang sudah takdirnya, kejadian demi kejadian saat itu
seolah-olah sudah diatur oleh Allah agar saya mulai benar-benar punya tekad
menghafal Quran.
Target yang cukup berat, yakni menghafal juz 30 dalam satu
bulan Ramadhan membuat otak saya cukup panas di hari pertama menghafal 5 ayat
pertama surat An Naba. Saya mencari berbagai metode menghafal Quran di
internet, youtube, buku dan sebagainya. Dan memang ada banyak sekali metode
menghafal. Namun banyaknya metode tersebut seperti tidak membuat saya semakin
haus untuk terus menghafal Quran. Sebab rupanya, bukan metodenya yang penting. Tapi
apa niatnya menghafal?
Qadarullah, sebuah ceramah berseri dari ustadz Yusuf Mansur yang
saya temukan berjudul Metode Menghafal Quran justru dibagian awalnya adalah membahas tentang fadhilah menghafal
Quran. Tanpa mengetahui fadhillahnya, maka kegiatan menghafal Quran itu akan
terasa “kering”, dan itu lebih penting daripada sekedar mengetahui bagaimana
metode menghafalnya. Tidak mungkin kita akan bela-belain rutin lari pagi kalau kita
tidak tau apa manfaat lari pagi. Begitu pula menghafal Quran, keistiqomahan
kita untuk terus menghafal sangat dipengaruhi oleh seberapa paham kita tentang
fadhilahnya.
Ustadz Yusuf Mansur menceritakan salah satu fadhillah dari menghafal
Qurandalam ceramahnya berjudul Hebatnya Keajaiban Menghafal Quran yang langsung menghujam dalam hati saya. Ustadz
YM, menceritakan kisah orang-orang yang secara cepat berubah nasibnya dengan
membaca Quran. Sekali lagi membaca Quran. Baru membaca saja, bahkan tidak tahu
artinya saja, seorang tukang tambal ban atas izin Allah akhirnya bisa punya
sebuah supermarket. Apalagi kalau mau menghafal?
Tentu saja, mereka para penghafal Quran akan mendapatkan hal yang jauh lebih menenangkan daripada itu. Para penghafal Quran akan duduk bersama Rasulullah SAW, lalu membaca ayat demi ayat yang ia hafalkan di depan Rasul. Yang membuat saya lantas begitu ingin menjadi penghafal Quran ialah, bahwa mereka duduk di depan Rasul sambil ditemani oleh orang tua mereka. Itu adalah bakti yang terbesar kepada kedua orang tua, untuk menggandengnya bersama bertemu Rasulullah, itu yang sangat ingin saya lakukan kepada kedua orang tua dan keluarga saya kelak insha Allah.
Tentu saja, mereka para penghafal Quran akan mendapatkan hal yang jauh lebih menenangkan daripada itu. Para penghafal Quran akan duduk bersama Rasulullah SAW, lalu membaca ayat demi ayat yang ia hafalkan di depan Rasul. Yang membuat saya lantas begitu ingin menjadi penghafal Quran ialah, bahwa mereka duduk di depan Rasul sambil ditemani oleh orang tua mereka. Itu adalah bakti yang terbesar kepada kedua orang tua, untuk menggandengnya bersama bertemu Rasulullah, itu yang sangat ingin saya lakukan kepada kedua orang tua dan keluarga saya kelak insha Allah.
Kemudian Ustadz Yusuf Mansur berkata, ulangi membaca ayat pertama 20
kali. Lalu ayat kedua 20 kali, sampai ayat kelima 20 kali. Kemudian ulangi dari
ayat pertama sampai kelima 20 kali, begitu seterusnya metode menghafalnya. Jika
yang begitu saja kita masih menganggapnya “berat”, maka pantaslah hidup kita
ini sering terasa “berat”.
Teori itu hanya sebatas teori, dan tidak akan menjadi
keyakinan bagi saya jika tidak saya buktikan sendiri. Maka saya di awal bulan
Ramadhan tersebut, bersusah payah sekali menghafalkan surat An Naba. Di samping
itu pula, saya terbiasa di rumah selalu mengadakan khataman Quran bersama
setiap Ramadhan. Tiap anggota keluarga diberi deadline, sampai sepuluh hari terakhir harus sudah khatam ngajinya,
lalu khataman bareng-bareng. Jadi waktu saya benar-benar habis untuk Quran,
ngapalin dan ngatamin.
Itu saja, target menghafal Qurannya masih meleset jauh. Yang
seharusnya dalam 1 bulan hafal juz 30, yang ada hanya bisa selesai menghafal
Surat An Naba saja sampai menjelang libur lebaran. Menjelang pulang kampung,
saya setoran hafalan Quran pertama kali dalam hidup saya kepada ustadz pembimbing
tahfidz, surat An Naba.
Sesampainya di rumah, saya mendapat jatah mengisi kultum
tarawih di masjid dekat rumah orang tua. Seperti biasa, ketika pulang dari Jakarta
saya langsung menuju rumah mertua terlebih dahulu. Di situ saya pun seperti
biasa berencana meminjam mobil. Tapi kali itu, rupanya mobil sedang dipakai.
Saya menunggu sampai menjelang buka puasa baru bisa saya pinjam. Alhasil, saya
pun terburu-buru bersama istri dan anak menuju rumah orang tua, ngejar sebelum
masuk waktu Isyak karena harus persiapan menjadi kultumers malam itu. Dalam
perjalanan tersebut, saya berdoa sambil bicara dengan istri saya, sepertinya
sudah bener-bener perlu mobil sendiri nih ya Alloh..
Hari berlalu, semakin mendekati waktu lebaran. Iseng-iseng
saya bertanya kepada kakak saya yang punya teman usaha showroom mobil, saya
bertanya harga mobil bekas Toyota Rush.
Mengapa Toyota Rush? Karena ibu saya ingin sekali saya punya
mobil sekelas CRV. Lho kok nggak nyambung antara Rush dan CRV? Yah karena nggak
ada budgetnya. Tau sendiri berapa mahalnya CRV. Tapi saya tidak pernah
membantah keinginan dari ibu saya. Beliau doanya itu, walaupun rasanya tidak
mungkin, tapi saya tetep meng-iya-kan. Meskipun saya hanya berani nanyain harga
Rush bekas, ya minimal sama-sama jenis mobil sport, hehe. Ternyata teman kakak
saya ini nggak punya stock Rush. Yang ada, justru CRV tahun 2009, istimewa baru
tangan pertama dan sangat terawat. Allahuakbar.. saya ngerasa ada sesuatu hal
besar disitu.
Pembicaraan yang semula hanya iseng belaka, berlarut menjadi
cukup serius. Teman kakak saya mengajak saya untuk melihat barangnya. Masalah
beli atau tidak itu belakangan. Tapi yang jelas pasti akan tertarik untuk beli
mobil itu katanya.
Satu hari menjelang lebaran, saya dan kakak bersama
nyamperin mobil CRV tersebut. Ternyata beneran, mobil CRV itu walaupun notabene
tahun 2009 tapi masih muluuus seperti baru. Sepertinya pemilik sebelumnya
bener-bener ngerawat tuh mobil. Yang menarik adalah, mobil yang harga barunya
dulu bisa mencapai 400 juta, kini dijual dengan harga 130 jutaan saja! Dan yang
membuat saya pusing sepulang dari showroom ialah, bahwa teman kakak saya ini
minta saya untuk membayar uang DP dulu maksimal malam ini, karena besok setelah
sholat Ied sudah ada orang yang janji akan datang dan langsung beli tuh mobil.
Jadi biar nggak kejual sama orang itu. Menjelang pulang, saya tanya sama tuh
orang yang punya showroom, ini mobil kapan ngejualnya dan kenapa dijual sama
pemiliknya? Katanya, mobil ini baru dijual sekitar seminggu yang lalu, dan alasan
jualnya karena pemiliknya pingin ganti mobil Pajero (lebih muuantep tuh)
Malamnya, suara takbir berkumandang menyambut datangnya hari
kemenangan esok pagi. Malam itu, saya berdiskusi dengan istri saya. Apakah perlu
beli tuh mobil atau tidak. Kalau dilewatkan, tapi juga saying. Saya dan istri
pun sholat istikharah, sambil diiringi gema takbir di luar. Temen kakak saya
pun menunggu keputusan dari saya malam itu, apakah akan transfer DP atau tidak.
Teringat cerita salah seorang senior di kantor, yang semula
tidak ingin beli rumah, tapi mendadak ada yang nawarin dan lokasinya cocok,
akhirnya dibeli tuh rumah karena insha Allah itulah jodohnya. Apa mobil CRV itu
jodoh saya?
Saya pikir-pikir lagi, dan akhirnya saya menemukan sebuah
kesimpulan yang membuat saya sendiri terkejut. Pemilik mobil itu baru saja
menjual mobilnya sekitar seminggu yang lalu, kemudian beli Pajero. Ternyata,
satu minggu yang lalu adalah waktu di mana saya berhasil menyetorkan hafalan
surat An Naba!
Mungkin Allah ingin membuktikan janjinya, bahwa fadhilah
Quran memang sungguh luar biasa. Bebarengan dengan hafalnya surat An Naba,
Allah gerakkan pemilik CRV tadi untuk menjual mobilnya, lalu Allah izinkan dia
memperoleh rezeki yang lebih lagi untuk beli Pajero. Tidak ada suatu kejadian
pun yang terjadi tanpa izin Allah. Termasuk keisengan saya untuk nanya stock
mobil di showroom tadi, yang ternyata mempertemukan saya dengan mobil CRV yang
sangat istimewa tadi.
Akhirnya saya putuskan untuk mengambil mobil itu. Saya menganggap
bahwa mobil CRV tersebut adalah bentuk kebesaran Allah yang ditunjukkan kepada
saya. Bahwa dengan Quran, ternyata percepatannya benar-benar dahsyat. Jika saya
harus menabung sampai 5 tahun lamanya untuk membeli mobil CRV “rasa baru” itu,
ternyata dengan memfokuskan diri menghafal Quran, baru menghafal An Naba saja sudah
diberi oleh Allah. Masha Allah, saya benar-benar tidak menyangka akan beli
mobil dalam waktu sesingkat itu, bahkan buku tabungan saja masih tertinggal di
kosan saat itu.
Hingga saat ini, setiap saya pulang, saya nyetir mobil CRV
itu bersama istri dan anak sambil murojaah bersama di dalam mobil. Setiap saya
ngelapin mobil, saya murojaah Surat An Naba. Sampai saya kepingin bikin stiker
bertulisan An Naba terus saya tempel di jendela tuh mobil. Sebagai pengingat
saya bahwa dulu saya bisa dapetin mobil mahal tersebut dengan harga tergolong
murah pakai hafalan Surat An Naba.
Allahuma sholi ala Muhammad..
Kejadian tersebut tentu saja membuat saya dan istri semakin membulatkan
tekad untuk menghafal Quran. Sebelum saya mengetik tulisan ini, saya baru saja
menyetorkan hafalan Surat At Takwir. Dari An Naba melewati An Nazi’at, Abasa,
At Takwir, Insha Allah ingin terus berlanjut sampai Al Infitar, menyelesaikan seluruh
surat pada juz 30, lalu berlanjut ke seluruh juz lainnya dalam Al Quran. Dan
saya menunggu kejutan-kejutan besar apa lagi yang akan diberikan oleh Allah.
Saya harap, pengalaman saya ini bisa menjadi solusi tersendiri
bagi Anda semua yang sedang memiliki sebuah hajat besar sekalipun. Bahwa tidak
ada urusannya, antara apa yang kita inginkan, dengan bagaimana kondisi kita
saat ini. Sebab kita punya Allah yang maha memungkinkan segala sesuatu. Dengan
terus mendawamkan Al Quran, membaca, memahami, menghafalkan, insha Allah segala
ketidakmungkinan itu akan berubah menjadi peluang-peluang yang besar. Sekali
lagi, ini hanya akan menjadi sebatas teori dan tidak akan menjadi sebuah
keyakinan manakala tidak kita praktikan sendiri dan membuktikannya sendiri.
Maka mari kita niatkan bersama untuk menghafal Quran, tanpa melihat
usia kita, kemampuan kita, sebab Allah yang nanti akan memberi kemampuan
tersebut, entah berapa surat atau berapa juz yang berhasil kita hafalkan sampai
ajal menjemput, setidaknya pahala niat menjadi seorang tahfizh Quran telah kita
dapatkan.
Terimakasih kepada seluruh teman-teman, rekan kantor, atasan,
dan semua yang sampai saat ini masih mengizinkan dan memberi fasilitas
menghafal Quran. Insha Allah pahalanya akan mengalir ke seluruh pihak yang
terlibat. Mohon maaf jika ada khilaf.
Wassalamualaikum Wr Wb
0 komentar:
Posting Komentar