Berbakti kepada orang tua akan memudahkan rezeki. Anak yang berbaki hidupnya penuh rezeki, anak yang durhaka hidupnya penuh petaka. Begitu yang selalu dikatakan oleh seorang penulis bernama Ippho Santosa. Berulang-ulang, berkali-kali, teruuuus sampai membuat saya panas.
Ini adalah kutipan sebuah ceramah yang saya dengan dari mas Ippho begini:
Dulu, kalau nggak salah tahun 2009, ibu saya tanpa sengaja pernah bercerita tentang keinginannya untuk berumrah di bulan Ramadhan. Sebut saja, angan-angan. Tahu sendiri kan, umrah Ramadhan dua kali lipat lebih mahal daripada umrah biasa.
Saat itu saya nggak punya uang. Bener-bener nggak punya uang. Tapi alhamdulillah, saya masih punya keyakinan. Langsung saja saya sambar, "Insya Allah berangkat, Bu. Umrah Ramadhan." Ternyata, beneran. Dengan izin Allah, tahu-tahu uangnya ada dan ibu saya bisa berangkat. Surprise-nya lagi, saya pun ikut berangkat.
Jadilah kami berdua berangkat umrah Ramadhan. Benar-benar surprise. Setiba di airport, menjelang boarding ke Jeddah, saya cek rekening saya di ATM. Anda tahu, berapa uang saya yang tersisa? Tak sampai Rp100ribu. Anda nggak salah baca, tak sampai Rp100ribu. Tapi, saya nggak nyesel. Bersyukur malah, "Alhamdulillah, bisa berumrah. Ramadhan lagi."
Itulah umrah pertama saya, tahun 2009. Alhamdulillah sepulangnya, saya mengalami percepatan demi percepatan. Sebagian dari Anda mungkin tahu apa saja yang Allah titipkan kepada saya mulai tahun 2010 sampai sekarang, 2017.
Dulu, saya pernah menunjukkan peta dunia di hadapan ibu saya (dari sebuah majalah). Saya bilang ke ibu saya, "Ibu tunjuk saja, mau ke negara mana. Insya Allah kita ke sana." Apakah saat itu saya punya uang? Siapa bilang! Yang ada cuma keyakinan. Tapi, jangan salah, yakin sama Allah, itu saja sudah lebih dari cukup. Ini iman namanya, bukan takabur.
Kebanyakan orang, ada uang, baru yakin. Nggak ada uang, nggak yakin. Harusnya? Ada uang atau nggak ada uang, yah tetap yakin. Jangan uang yang dijadikan Tuhan. Justru kalau yakin, uangnya akan dimudahkan untuk ada. Ini serius, nggak mengada-ngada.
Benar saja, akhirnya saya bisa mengajak ibu saya dan mertua saya bertandang ke berbagai belahan dunia. Mulai dari Brunei, Mesir, Arab Saudi, Turki, Jepang, sampai ke Derawan, Pulau Komodo, dan Raja Ampat. Pernah juga mereka jalan-jalan sendiri tanpa saya ke Tiongkok, Palestina, dan Jordan. Sebentar lagi ke Spanyol, insya Allah.
Kalau ke Hongkong, mereka sudah tiga kali. Misalnya lagi cekak, ya sudah, kami jalannya yang dekat-dekat saja, yang murah-murah saja. Toh, yang paling utama adalah jalan bareng siapa, bukan jalan ke mana. Right?
Apa nggak boros, jalan-jalan seperti itu? Kalau jalan-jalan sendiri, yah boros. Kalau bareng orangtua, nggak boros. Insya Allah ini bagian dari berbakti. Tahu sendiri kan, berbakti malah mengundang rezeki. Tak perlu diragukan lagi, itu pasti.
Ada juga yang nyeletuk, "Jalan bareng orangtua terus, kasihan istrinya nggak diajak." Hehe, masing-masing ada waktunya. Setahun menikah, alhamdulillah saya dan istri bisa berumrah. Tiga tahun menikah, alhamdulillah kami bisa berhaji. Sempat juga kami ke Amerika, Australia, dan Jepang. Masing-masing ada waktunya.
Semoga teman-teman semua juga dimampukan untuk mengajak keluarganya jalan-jalan. Yang dekat, boleh. Yang jauh, juga boleh. Terutama berumrah. Niatnya untuk beribadah dan menyenangkan keluarga karena Allah. Semoga dimudahkan ya. Aamiin. Sekian dari saya, Ippho Santosa.
Yang saya panas kan, bukan perkara rezekinya mas Ippho, tapi saya pun jg kepingin berbakti sm orang tua saya, sayangnya saya sdg jauh dr orang tua spt di foto ini.
Akhirnya, atas izin Allah, mas Ippho datang ke tempat saya, di Ternate, dalam sebuah seminarnya yg saya ikuti beliau pun kembali jelaskan masalah berbakti kpd orang tua. Saya yg mmg sudah lama menunggu kesempatan itu, menjadi peserta pertama yg bertanya, dg pertanyaan yg selama ini saya pendam dan ingin saya tanyakan kpd mas Ippho. Pertanyaannya begini:
Mas Ippho kan srg mengajak untuk selalu berbakti kpd orang tua. Mas Ippho pun jg sudah mencontohkan bentuk baktinya, mengajak ibu umrah, mengajak jalan2, mentraktir makan, dsb. Saya pun ingin begitu. Tapi saya beda dg mas, mas Ippho dekat dg orang tua, sdgkn saya jauh. Kl mmg cara berbakti itu spt yg dicontohan mas Ippho, lalu bgmn saya bisa berbakti dg orang tua saya??
Lalu mas Ippho menjawab,
Rasulullah pernah berkata jika kita memuliakan orang tua di sekitar, maka itu seperti nilainya kita memuliakan orang tua sendiri. Jika kita membantu bapak yg ada di Ternate, maka sama saja kita membantu bapak di kampung.
Tidak ada masalah dg jarak, berbakti kpd orang tua itu luas. Misalkan, orang tua dulu mengajari cara berjalan, maka kini gunakan utk berjalan ke masjid. Orang tua mengajarkan berdhuha, maka kini jangan tinggalkan duha! Orang tua mengajarkan bicara, maka bicaralah yg baik2, maka pahalanya tetap akan mengalir kpd orang tua, bahkan jika orang tua telah meninggal sekalipun!
Akhirnya terjawab juga hal yg selama ini saya pikirkan, mungkin yg dipikirkan jg oleh semua anak di dunia yg sdg jauh dg orang tuanya, kepikiran orang tuanya di rumah.
Akhirnya dijawab oleh Allah, wasilahnya melalui seorang penulis mega bestseller Ippho Santosa. Bukan bermaksud promosi bukunya, mudah2an pengalaman saya ini bisa bermanfaat. Hiduplah demi bakti kpd orang tua, niatkan segala amal kita mengalir kpd orang tua, maka Allah akan mudahkan segala urusan, pasti.
Lucunya, kisah mas Ippho ini mirip dengan yang saya alami. Sama-sama menjanjikan umroh buat Ibu seperti yang saya tulis dalam Umroh Ramadhan Bermodal Janji.
Mas Ippho Santosa pernah berfoto dengan latar gunung Maitara seperti pada uang seribuan kertas, saya juga pernah, he he
0 komentar:
Posting Komentar