Assalamu’alaikum Warahmatullah
Wabarokatuh
Bissmillahirahmanirahim
Innalhamdalillah wanasta’inuhu wanastaghfiruhu
Wanaudzubillahi min syuruni anfusina waminsyai’ati amalina
Mayahdillahu falamudilalah wamayudhil walahadilalah
Wa’ashadualailaha’ilallahuwahdahula syarikala
Wa’ashaduanna muhammadan absuhu warosuluhu ammaba’du
Robbisrohli sodli wayasirli amri wahluludatanminlisani yafkohuqouli
Para pembaca yang dirahmati
Allah, saya ingin menceritakan materi yang insha Allah akan saya bawakan pada
kultum tarawih bulan Ramadhan 2017 depan. Mudah-mudahan Allah memberikan izin Nya
sehingga saya tak terputus dalam mengemban dakwah sejak Ramadhan 2014 silam.
Dan semoga pembaca sekalian yang membaca materi ini pun terhitung sebagai amalan
ibadah tersendiri.
Pada kesempatan kali ini saya menuliskan
sebuah materi yang terasa cukup berat. Sebab ini bukan hanya berkaitan dengan
hubungan kita dengan sesama manusia, bukan sekedar hubungan kita dengan
keluarga, dengan orang tua, dengan suami atau istri, jauh lebih dari itu. Ini
adalah hubungan kita dengan yang menciptakan kita, dan yang memiliki segalanya,
yaitu Allah SWT.
Meskipun demikian, saya tetap
membulatkan tekat untuk menulis ini, sebab utamanya ialah sebagai pengingat
diri saya sendiri agar selalu berazzam dalam Tauhid. Alhamdulillah jika
ternyata justru bisa bermanfaat untuk orang lain.
Mungkin kita sudah sering
mendengar kata Tauhid. Dan mungkin kita telah meyakini bahwa Tauhid berarti meng-esa-kan
Allah. Kita sering mengucap “Laa ilaaha ilallaah”. Hanya Allah saja satu-satunya
yang patut menjadi tempat kita meminta dan bersandar. Sebab hanya Allah yang
memiliki segala yang ada. Namun apakah dalam sehari-hari kita benar-benar
seperti itu?
Tauhid pertama kali dibawa pada
zaman Nabi Ibrahim as.
Landasan utama mengapa tauhid
akhirnya terlahir di zaman tersebut, karena memang pada zaman tersebut kondisi
umat sedang memprihatinkan. Budaya mereka pada zaman tersebut ialah menyembah
patung. Ironisnya, hal tersebut didukung secara penuh oleh bapak dari Nabi
Ibrahim sendiri, pembuat berhala sesembahan Raja Namrud.
Pada suatu masa, ketika Raja
Namrud dan pasukannya keluar istana, Nabi Ibrahim menjalankan rencana yang
selama ini dia pendam. Ibrahim menghancurkan seluruh patung yang ada
menggunakan kapak, namun hanya menyisakan satu patung yang paling besar. Kemudian
Ibrahim mengalungkan kapak di leher patung yang besar.
Setiba kembali di istana, Raja
Namrud dan pasukannya terkejut melihat sesembahannya hancur berkeping-keping. Ibrahim
yang memang sudah dikenal menentang terhadap berhala, dipanggil sebagai
tersangka yang menghancurkan patung-patung tersebut.
Namun Ibrahim mengelak. Dia mengatakan
bahwa patung berhala yang paling besar itulah yang menghancurkan patung-patung
kecil tadi dengan kapak. Buktinya, patung besar itu masih utuh dan ada kapak
yang menggantung di lehernya.
Mendengar jawaban itu, Raja
Namrud pun mengelak dan marah besar. Mana mungkin sebuah patung bisa bergerak,
berjalan-jalan dan menghancurkan patung-patung lainnya.
Ibrahim menjawab, jika patung itu
hanya sebuah benda yang tidak bisa apa-apa, lalu mengapa kalian menyembah dan
memohon kepada benda yang tidak berguna itu.
Sampai disini kita dapat mengambil
sebuah pelajaran. Bahwa Tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim memiliki peran untuk
menyadarkan umat. Membuat umat menjadi insaf dan hijrah dari kondisi jahiliah ke
kondisi yang lebih cerah, dari kondisi menyandarkan harapannya kepada patung ke
kondisi bersandar kepada Allah. Tauhid adalah keyakinan bahwa Allah maha kuasa
dan pemilik segalanya.
Lalu lihat kondisi kita sekarang,
lahir di zaman setelah Nabi Ibrahim telah mengajarkan tauhid, jauuh setelah
zaman jahiliah berakhir. Harusnya pola pikir kita adalah pola pikir umat Nabi
Ibrahim. Bukan pola pikir umat Raja Namrud yang menuhankan benda tidak berguna
seperti patung. Tapi apakah kita sudah demikian.
Menurut ilmu Tauhid, Allah adalah
pemilik segalanya. Berarti kesehatan kita juga adalah milik Allah.
Tapi seringnya, ketika kesehatan
kita terganggu, ketika kita sakit, yang pertama terlintas di pikiran kita
adalah dokter. Ketika sakit kepala, kita langsung inget obat sakit kepala.
Ketika gigi berlubang, langsung kita ingetnya sama dokter gigi langganan.
Berarti kita sama saja menuhankan dokter dan segala obat-obatannya.
Contoh lain, ketika kita di jalan
mengendarai motor tiba-tiba ban bocor. Pastilah pikiran pertama kali yang
terlintas adalah tukang tambal ban. Padahal, menurut ilmu Tauhid, motor kita
beserta bannya adalah milik Allah. Berarti kita lebih menuhankan tukang tambal
ban daripada Allah.
Seberapa azzam Tauhid kita dapat
teruji dari seberapa cepat kita berharap kepada Allah. Maksudnya, apakah Allah menjadi
yang pertama kita samperin ketika kita menginginkan sesuatu, atau dibuat
nanti-nanti, kita mencari pertolongan kemana-mana dulu, kalau sudah mentok baru
ke Allah, sholat malam minta sama Allah. Itu terbalik. Harusnya Allah yang
pertama kali kita samperin. Kita sholat malam dulu, minta sama Allah, baru setelah
itu kita ikhtiar.
Bahkan, untuk menjaga ke-azzam-an
dalam bertauhid, kita sampai harus berhati-hati dalam menjaga niat. Jangan
sampai, ketika berhasil menemukan jawaban atas masalah kita, kita berpikir
bahwa solusi tersebut muncul berkat bantuan si A atau B. Itu salah besar.
Solusi itu datang dari Allah, namun wasilahnya melalui si A atau B.
Misalnya ketika kita sakit lalu
ke dokter. Sampai sana, yang pertama kali dilakukan oleh dokter adalah
bertanya. Sakit apa?
Hal yang sederhana. Tapi
menunjukkan bahwa dokter itu sebenarnya tidak tau kesehatan kita. Ya karena
memang kesehatan kita ini Allah yang punya. Baru setelah kita berkonsultasi
dengan dokter itu, kita diperiksa dan diberi obat, akhirnya sembuh. Tapi ingat,
sembuhnya karena Allah.
Sebenarnya, kalau sama Allah,
kita tidak perlu banyak cerita pun Allah sudah ngerti segala masalah kita. Kelanjutan
dari kisah Nabi Ibrahim tadi, setelah mendengar jawaban Ibrahim bahwa patung
besar itu yang merusak patung-patung kecil, marah lah Raja Namrud karena merasa
dihina. Dia memerintahkan pasukannya untuk membakar Nabi Ibrahim.
Pada adegan berikutnya kita akan
melihat betapa azzam nya Tauhid dari seorang Nabi Ibrahim.
Ketika api sudah berkobar dan
siap untuk menerkam. Dan Ibrahim pun telah berdiri di atasnya untuk dilemparkan
ke dalam kobaran api tersebut. Dikisahkan datanglah seorang malaikat menghampiri
Ibrahim.
Lalu berkata malaikat itu, wahai
Ibrahim adakah yang bisa saya bantu untuk menolongmu?
Para pembaca sekalian, seringkali
kita begitu mengharapkan bantuan kepada seseorang yang kita sangka bisa
menolong kita dari kesulitan. Ketika kita membutuhkan uang misalnya, kita begitu
ngarep kepada saudara yang kita anggap banyak uangnya. Ketika bangun masjid,
bangun pesantren, seringkali kita ngarep kepada orang-orang tertentu yang kita
anggap bisa membantu donasi. Bahkan kita ada yang sampai rela untuk
berkali-kali datang ke rumah orang yang kita anggap mampu tersebut untuk minta
donasi, ketika hari ini orang itu tidak ada di rumah, besoknya kita masih
didatengin lagi. Kalau orangnya sedang keluar, dengan sabarnya mereka menunggu
sampai benar-benar datang. Kalau orangnya minta untuk minggu depan datang lagi
karena uangnya baru ada minggu depan, pasti kita akan datang lagi minggu depan.
Kenapa kita tidak begitu sama Allah, kenapa malah sama Allah yang tadi kita
mengaku bahwa Allah pemilik segalanya, malah kita malas ngadep, kita gak
sabaran minta, baru sekali tahajud besoknya sudah males karena doa kita belum
dikabul, wong Allah saja sabar nungguin kita mau tahajud, mengapa kita gak
sabar nunggu doa kita dikabul. Harusnya dengan Allah kita lebih sopan, lebih
kalem, lebih ngarep, jangan sampai kita lebih memelas ketika ngomong sama orang
yang kita anggap bisa bantuin kita melebihi memelasnya kita ketika berdoa sama
Allah!
Kita ngomong sama HRD pas
wawancara kerja. Pak, saya sudah lama cari kerja belum dapet, kasihan keluarga
saya. Sambil pasang wajah kasihan. Tapi sama Allah, kita selesai sholat
langsung buru-buru keluar gak ngomong apa-apa sama Allah, kita gak pernah tahajud,
dhuha, ngaji, gak mau sedekah, itu tandanya sama sekali tidak ada ke-azzam-an kita
dalam bertauhid!
Mudah-mudahan masjid tempat saya
kultum nanti adalah masjid yang dibangun benar-benar dengan bersandar kepada
Allah semata.
Lalu apa kata Nabi Ibrahim ketika
malaikat tadi menawarkan bantuan?
Ibrahim berkata, Hasbunallah Wani’mal
Wakil Ni’mal Maula Wanikman Nasir. Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Allah adalah
sebaik-baik pelindung.
Mungkin kalau Pak Walikota
mendadak blusukan ke kampung kita, tentu kita akan merasa seneng banget.
Apalagi kalau Pak Walikota langsung menawarkan bantuan. Ada yang bisa kami
bantu di kampung ini? Tentu kita sangat senang sekali. Padahal itu walikota,
apalagi kalau yang blusukan adalah presiden dan langsung menawarkan bantuan
juga.
Nha ini Ibrahim, yang blusukan
tidak sekedar presiden, tapi langsung malaikat. Dan ditawarkan bantuan pula.
Namun karena begitu azzamnya Tauhid Ibrahim, bahkan seorang (bukan orang ding
ya) malaikat pun ditolak bantuannya oleh Ibrahim. Beliau hanya berharap kepada
Allah semata.
Apa kata malaikat mendengar
jawaban Ibrahim. Mungkin malaikat tau diri lagi ngomong sama siapa, lagi ngomong
sama Nabi yang Tauhid sudah tidak kelasnya seperti kita ini. Lalu malaikat mengganti
pertanyaannya, kalau begitu wahai Ibrahim apa yang ingin kamu minta kepada
Allah, akan aku sampaikan kepada Allah permintaanmu agar segera dikabulkan?
Mendengar pertanyaan itu Nabi
Ibrahim pun menjawab dengan kalimat, Allah sudah tahu apa yang aku butuhkan.
Mungkin kita yang sudah sering
mendengar cerita ini sudah tau bahwa adegan berikutnya ialah api yang berkobar
tadi akan menjadi terasa dingin dan menyejukkan bagi Nabi Ibrahim. Tapi apakah
Ibrahim minta begitu? Tidak. Ibrahim tidak minta apa-apa. Ibrahim hanya yakin
bahwa pertolongan Allah pasti datang. Allah sebenarnya sudah tahu apa yang
benar-benar dibutuhkan oleh manusia. Di sini kita melihat betapa azzam Tauhid
dari Ibrahim.
Tauhid kita mungkin levelnya
masih jauh dari nabi. Namun saya harap kita dapat memetik pelajaran dari kisah
tersebut dan berusaha meneladaninya.
Lalu apakah berarti kita menjadi
sombong dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain? Tentu saja bukan begitu.
Justru pertolongan Allah bisa datang melalui wasilah dari orang lain. Yang
perlu kita perhatikan adalah kuncinya, jangan sampai kita menomor duakan Allah.
Jangan sampai kita minta tolong kepada selain Allah dulu. Tapi, datanglah
kepada Allah untuk pertama dan seterusnya.
Bahkan, mungkin jika kita
benar-benar ingin meng-azzam-kan Tauhid, kita hindari diri kita untuk meminta
bantuan kepada orang. Kita minta sama Allah saja, lalu lihat hasilnya, jika
kemudian ada orang yang tiba-tiba datang menawarkan bantuan tanpa kita minta, maka
itulah yang sebenarnya bantuan dari Allah.
Saya pernah coba nge-tes, dan
ternyata berhasil betulan.
Suatu ketika motor saya rusak.
Sesuai ilmu Tauhid, segala
sesuatu milik Allah, termasuk motor saya.
Motor saya ini kalau dipakai buat
jalan, bunyi gemerincing. Krincing kringcing, gitu.
Saya tidak tau darimana bunyi itu
berasal.
Biasanya, saya langsung
menanyakan ke pegawai kantor saya yang memang paham masalah motor, untuk dicari
tahu asal muasal bunyi tadi dan diperbaiki. Tapi saya kepingin ngetes ilmu
Tauhid saya, maka saya angkat masalah gemerincing bunyi motor saya tadi pada
sholat tahajud saya. Setiap tahajud, saya tanya kepada Allah, ya Allah motor
saya ini kenapa wong kemarin nggak ada masalah, tiba-tiba kok ada bunyi begitu.
Selama satu minggu.
Akhirnya, suatu sore hari sepulang
kantor saya mampir beli telur di pinggir jalan. Kebetulan jalan sedang ramai
dan agak macet karena jam pulang kantor. Saya biasa menaruh telur di bagasi jok
motor. Maka saya bukalah jok motor, saya taruh telur yang sudah saya beli.
Ketika saya hendak menutup jok
motor, ada seseorang yang lewat lalu bilang ke saya, Mas tutup bensinnya belum
ditutup.
Saya terkejut, ternyata benar,
setelah saya mengisi bensin seminggu yang lalu saya lupa menutup bensin.
Jangan-jangan ini penyebabnya motor saya gemerincing kalau jalan.
Setelah saya tutup bensinnya,
kemudian saya pakai buat jalan, ternyata memang benar, motor saya sudah tidak
bergemerincing lagi.
Subhanallah, rupanya begitu cara
Allah menjawab doa, dari hal yang sesederhana itu saya baru saja mendapatkan
pelajaran yang sangat besar dalam hidup yaitu pelajaran Tauhid.
Maka cukuplah kepada Allah saja
kita memohon, insha Allah pertolongan Nya pasti akan datang dari jalan yang
tidak kita sangka. Jika Allah sudah menghendaki doa kita terkabul, pasti akan
terkabul dengan skenario yang luar biasa dari Nya. Selama kita terus bersungguh-sungguh
dalam mencari ridho Allah.
“Innama amruhu idza aroda syaian ayyakula lahu kun fayakun.” (QS Yasin
: 82)
Apabila Allah menghendaki segala
sesuatu, maka cukup berkata “Jadi” maka jadilah ia.
Mohon maaf jika ada kesalahan
dalam bertutur kata, semoga bisa bermanfaat untuk kesuksesan kita ke depan.
Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar