Sabtu, 29 April 2017

Mencoba Berazzam dalam Tauhid, bagai Ibrahim




Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokatuh

Bissmillahirahmanirahim

Innalhamdalillah wanasta’inuhu wanastaghfiruhu
Wanaudzubillahi min syuruni anfusina waminsyai’ati amalina
Mayahdillahu falamudilalah wamayudhil walahadilalah
Wa’ashadualailaha’ilallahuwahdahula syarikala
Wa’ashaduanna muhammadan absuhu warosuluhu ammaba’du
Robbisrohli sodli wayasirli amri wahluludatanminlisani yafkohuqouli

Para pembaca yang dirahmati Allah, saya ingin menceritakan materi yang insha Allah akan saya bawakan pada kultum tarawih bulan Ramadhan 2017 depan. Mudah-mudahan Allah memberikan izin Nya sehingga saya tak terputus dalam mengemban dakwah sejak Ramadhan 2014 silam. Dan semoga pembaca sekalian yang membaca materi ini pun terhitung sebagai amalan ibadah tersendiri.

Pada kesempatan kali ini saya menuliskan sebuah materi yang terasa cukup berat. Sebab ini bukan hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan sesama manusia, bukan sekedar hubungan kita dengan keluarga, dengan orang tua, dengan suami atau istri, jauh lebih dari itu. Ini adalah hubungan kita dengan yang menciptakan kita, dan yang memiliki segalanya, yaitu Allah SWT.


Meskipun demikian, saya tetap membulatkan tekat untuk menulis ini, sebab utamanya ialah sebagai pengingat diri saya sendiri agar selalu berazzam dalam Tauhid. Alhamdulillah jika ternyata justru bisa bermanfaat untuk orang lain.

Mungkin kita sudah sering mendengar kata Tauhid. Dan mungkin kita telah meyakini bahwa Tauhid berarti meng-esa-kan Allah. Kita sering mengucap “Laa ilaaha ilallaah”. Hanya Allah saja satu-satunya yang patut menjadi tempat kita meminta dan bersandar. Sebab hanya Allah yang memiliki segala yang ada. Namun apakah dalam sehari-hari kita benar-benar seperti itu?

Tauhid pertama kali dibawa pada zaman Nabi Ibrahim as.

Landasan utama mengapa tauhid akhirnya terlahir di zaman tersebut, karena memang pada zaman tersebut kondisi umat sedang memprihatinkan. Budaya mereka pada zaman tersebut ialah menyembah patung. Ironisnya, hal tersebut didukung secara penuh oleh bapak dari Nabi Ibrahim sendiri, pembuat berhala sesembahan Raja Namrud.

Pada suatu masa, ketika Raja Namrud dan pasukannya keluar istana, Nabi Ibrahim menjalankan rencana yang selama ini dia pendam. Ibrahim menghancurkan seluruh patung yang ada menggunakan kapak, namun hanya menyisakan satu patung yang paling besar. Kemudian Ibrahim mengalungkan kapak di leher patung yang besar.

Setiba kembali di istana, Raja Namrud dan pasukannya terkejut melihat sesembahannya hancur berkeping-keping. Ibrahim yang memang sudah dikenal menentang terhadap berhala, dipanggil sebagai tersangka yang menghancurkan patung-patung tersebut.

Namun Ibrahim mengelak. Dia mengatakan bahwa patung berhala yang paling besar itulah yang menghancurkan patung-patung kecil tadi dengan kapak. Buktinya, patung besar itu masih utuh dan ada kapak yang menggantung di lehernya.

Mendengar jawaban itu, Raja Namrud pun mengelak dan marah besar. Mana mungkin sebuah patung bisa bergerak, berjalan-jalan dan menghancurkan patung-patung lainnya.

Ibrahim menjawab, jika patung itu hanya sebuah benda yang tidak bisa apa-apa, lalu mengapa kalian menyembah dan memohon kepada benda yang tidak berguna itu.

Sampai disini kita dapat mengambil sebuah pelajaran. Bahwa Tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim memiliki peran untuk menyadarkan umat. Membuat umat menjadi insaf dan hijrah dari kondisi jahiliah ke kondisi yang lebih cerah, dari kondisi menyandarkan harapannya kepada patung ke kondisi bersandar kepada Allah. Tauhid adalah keyakinan bahwa Allah maha kuasa dan pemilik segalanya.

Lalu lihat kondisi kita sekarang, lahir di zaman setelah Nabi Ibrahim telah mengajarkan tauhid, jauuh setelah zaman jahiliah berakhir. Harusnya pola pikir kita adalah pola pikir umat Nabi Ibrahim. Bukan pola pikir umat Raja Namrud yang menuhankan benda tidak berguna seperti patung. Tapi apakah kita sudah demikian.

Menurut ilmu Tauhid, Allah adalah pemilik segalanya. Berarti kesehatan kita juga adalah milik Allah.
Tapi seringnya, ketika kesehatan kita terganggu, ketika kita sakit, yang pertama terlintas di pikiran kita adalah dokter. Ketika sakit kepala, kita langsung inget obat sakit kepala. Ketika gigi berlubang, langsung kita ingetnya sama dokter gigi langganan. Berarti kita sama saja menuhankan dokter dan segala obat-obatannya.

Contoh lain, ketika kita di jalan mengendarai motor tiba-tiba ban bocor. Pastilah pikiran pertama kali yang terlintas adalah tukang tambal ban. Padahal, menurut ilmu Tauhid, motor kita beserta bannya adalah milik Allah. Berarti kita lebih menuhankan tukang tambal ban daripada Allah.

Seberapa azzam Tauhid kita dapat teruji dari seberapa cepat kita berharap kepada Allah. Maksudnya, apakah Allah menjadi yang pertama kita samperin ketika kita menginginkan sesuatu, atau dibuat nanti-nanti, kita mencari pertolongan kemana-mana dulu, kalau sudah mentok baru ke Allah, sholat malam minta sama Allah. Itu terbalik. Harusnya Allah yang pertama kali kita samperin. Kita sholat malam dulu, minta sama Allah, baru setelah itu kita ikhtiar.

Bahkan, untuk menjaga ke-azzam-an dalam bertauhid, kita sampai harus berhati-hati dalam menjaga niat. Jangan sampai, ketika berhasil menemukan jawaban atas masalah kita, kita berpikir bahwa solusi tersebut muncul berkat bantuan si A atau B. Itu salah besar. Solusi itu datang dari Allah, namun wasilahnya melalui si A atau B.

Misalnya ketika kita sakit lalu ke dokter. Sampai sana, yang pertama kali dilakukan oleh dokter adalah bertanya. Sakit apa?

Hal yang sederhana. Tapi menunjukkan bahwa dokter itu sebenarnya tidak tau kesehatan kita. Ya karena memang kesehatan kita ini Allah yang punya. Baru setelah kita berkonsultasi dengan dokter itu, kita diperiksa dan diberi obat, akhirnya sembuh. Tapi ingat, sembuhnya karena Allah.

Sebenarnya, kalau sama Allah, kita tidak perlu banyak cerita pun Allah sudah ngerti segala masalah kita. Kelanjutan dari kisah Nabi Ibrahim tadi, setelah mendengar jawaban Ibrahim bahwa patung besar itu yang merusak patung-patung kecil, marah lah Raja Namrud karena merasa dihina. Dia memerintahkan pasukannya untuk membakar Nabi Ibrahim.

Pada adegan berikutnya kita akan melihat betapa azzam nya Tauhid dari seorang Nabi Ibrahim.
Ketika api sudah berkobar dan siap untuk menerkam. Dan Ibrahim pun telah berdiri di atasnya untuk dilemparkan ke dalam kobaran api tersebut. Dikisahkan datanglah seorang malaikat menghampiri Ibrahim.

Lalu berkata malaikat itu, wahai Ibrahim adakah yang bisa saya bantu untuk menolongmu?

Para pembaca sekalian, seringkali kita begitu mengharapkan bantuan kepada seseorang yang kita sangka bisa menolong kita dari kesulitan. Ketika kita membutuhkan uang misalnya, kita begitu ngarep kepada saudara yang kita anggap banyak uangnya. Ketika bangun masjid, bangun pesantren, seringkali kita ngarep kepada orang-orang tertentu yang kita anggap bisa membantu donasi. Bahkan kita ada yang sampai rela untuk berkali-kali datang ke rumah orang yang kita anggap mampu tersebut untuk minta donasi, ketika hari ini orang itu tidak ada di rumah, besoknya kita masih didatengin lagi. Kalau orangnya sedang keluar, dengan sabarnya mereka menunggu sampai benar-benar datang. Kalau orangnya minta untuk minggu depan datang lagi karena uangnya baru ada minggu depan, pasti kita akan datang lagi minggu depan. Kenapa kita tidak begitu sama Allah, kenapa malah sama Allah yang tadi kita mengaku bahwa Allah pemilik segalanya, malah kita malas ngadep, kita gak sabaran minta, baru sekali tahajud besoknya sudah males karena doa kita belum dikabul, wong Allah saja sabar nungguin kita mau tahajud, mengapa kita gak sabar nunggu doa kita dikabul. Harusnya dengan Allah kita lebih sopan, lebih kalem, lebih ngarep, jangan sampai kita lebih memelas ketika ngomong sama orang yang kita anggap bisa bantuin kita melebihi memelasnya kita ketika berdoa sama Allah!

Kita ngomong sama HRD pas wawancara kerja. Pak, saya sudah lama cari kerja belum dapet, kasihan keluarga saya. Sambil pasang wajah kasihan. Tapi sama Allah, kita selesai sholat langsung buru-buru keluar gak ngomong apa-apa sama Allah, kita gak pernah tahajud, dhuha, ngaji, gak mau sedekah, itu tandanya sama sekali tidak ada ke-azzam-an kita dalam bertauhid!

Mudah-mudahan masjid tempat saya kultum nanti adalah masjid yang dibangun benar-benar dengan bersandar kepada Allah semata.

Lalu apa kata Nabi Ibrahim ketika malaikat tadi menawarkan bantuan?

Ibrahim berkata, Hasbunallah Wani’mal Wakil Ni’mal Maula Wanikman Nasir. Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.

Mungkin kalau Pak Walikota mendadak blusukan ke kampung kita, tentu kita akan merasa seneng banget. Apalagi kalau Pak Walikota langsung menawarkan bantuan. Ada yang bisa kami bantu di kampung ini? Tentu kita sangat senang sekali. Padahal itu walikota, apalagi kalau yang blusukan adalah presiden dan langsung menawarkan bantuan juga.

Nha ini Ibrahim, yang blusukan tidak sekedar presiden, tapi langsung malaikat. Dan ditawarkan bantuan pula. Namun karena begitu azzamnya Tauhid Ibrahim, bahkan seorang (bukan orang ding ya) malaikat pun ditolak bantuannya oleh Ibrahim. Beliau hanya berharap kepada Allah semata.

Apa kata malaikat mendengar jawaban Ibrahim. Mungkin malaikat tau diri lagi ngomong sama siapa, lagi ngomong sama Nabi yang Tauhid sudah tidak kelasnya seperti kita ini. Lalu malaikat mengganti pertanyaannya, kalau begitu wahai Ibrahim apa yang ingin kamu minta kepada Allah, akan aku sampaikan kepada Allah permintaanmu agar segera dikabulkan?

Mendengar pertanyaan itu Nabi Ibrahim pun menjawab dengan kalimat, Allah sudah tahu apa yang aku butuhkan.

Mungkin kita yang sudah sering mendengar cerita ini sudah tau bahwa adegan berikutnya ialah api yang berkobar tadi akan menjadi terasa dingin dan menyejukkan bagi Nabi Ibrahim. Tapi apakah Ibrahim minta begitu? Tidak. Ibrahim tidak minta apa-apa. Ibrahim hanya yakin bahwa pertolongan Allah pasti datang. Allah sebenarnya sudah tahu apa yang benar-benar dibutuhkan oleh manusia. Di sini kita melihat betapa azzam Tauhid dari Ibrahim.

Tauhid kita mungkin levelnya masih jauh dari nabi. Namun saya harap kita dapat memetik pelajaran dari kisah tersebut dan berusaha meneladaninya.

Lalu apakah berarti kita menjadi sombong dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain? Tentu saja bukan begitu. Justru pertolongan Allah bisa datang melalui wasilah dari orang lain. Yang perlu kita perhatikan adalah kuncinya, jangan sampai kita menomor duakan Allah. Jangan sampai kita minta tolong kepada selain Allah dulu. Tapi, datanglah kepada Allah untuk pertama dan seterusnya.

Bahkan, mungkin jika kita benar-benar ingin meng-azzam-kan Tauhid, kita hindari diri kita untuk meminta bantuan kepada orang. Kita minta sama Allah saja, lalu lihat hasilnya, jika kemudian ada orang yang tiba-tiba datang menawarkan bantuan tanpa kita minta, maka itulah yang sebenarnya bantuan dari Allah.

Saya pernah coba nge-tes, dan ternyata berhasil betulan.

Suatu ketika motor saya rusak.
Sesuai ilmu Tauhid, segala sesuatu milik Allah, termasuk motor saya.

Motor saya ini kalau dipakai buat jalan, bunyi gemerincing. Krincing kringcing, gitu.
Saya tidak tau darimana bunyi itu berasal.

Biasanya, saya langsung menanyakan ke pegawai kantor saya yang memang paham masalah motor, untuk dicari tahu asal muasal bunyi tadi dan diperbaiki. Tapi saya kepingin ngetes ilmu Tauhid saya, maka saya angkat masalah gemerincing bunyi motor saya tadi pada sholat tahajud saya. Setiap tahajud, saya tanya kepada Allah, ya Allah motor saya ini kenapa wong kemarin nggak ada masalah, tiba-tiba kok ada bunyi begitu. Selama satu minggu.

Akhirnya, suatu sore hari sepulang kantor saya mampir beli telur di pinggir jalan. Kebetulan jalan sedang ramai dan agak macet karena jam pulang kantor. Saya biasa menaruh telur di bagasi jok motor. Maka saya bukalah jok motor, saya taruh telur yang sudah saya beli.

Ketika saya hendak menutup jok motor, ada seseorang yang lewat lalu bilang ke saya, Mas tutup bensinnya belum ditutup.

Saya terkejut, ternyata benar, setelah saya mengisi bensin seminggu yang lalu saya lupa menutup bensin. Jangan-jangan ini penyebabnya motor saya gemerincing kalau jalan.
Setelah saya tutup bensinnya, kemudian saya pakai buat jalan, ternyata memang benar, motor saya sudah tidak bergemerincing lagi.

Subhanallah, rupanya begitu cara Allah menjawab doa, dari hal yang sesederhana itu saya baru saja mendapatkan pelajaran yang sangat besar dalam hidup yaitu pelajaran Tauhid.

Maka cukuplah kepada Allah saja kita memohon, insha Allah pertolongan Nya pasti akan datang dari jalan yang tidak kita sangka. Jika Allah sudah menghendaki doa kita terkabul, pasti akan terkabul dengan skenario yang luar biasa dari Nya. Selama kita terus bersungguh-sungguh dalam mencari ridho Allah.

“Innama amruhu idza aroda syaian ayyakula lahu kun fayakun.” (QS Yasin : 82)
Apabila Allah menghendaki segala sesuatu, maka cukup berkata “Jadi” maka jadilah ia.

Mohon maaf jika ada kesalahan dalam bertutur kata, semoga bisa bermanfaat untuk kesuksesan kita ke depan. Aamiin.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar