Tahukah kita apa yang membuat
kita menjadi orang amat merugi? Yakni jika kita mengetahui dosa kita terlampau
banyak, kita mengetahui bagaimana cara menghapuskannya, tapi kita tidak segera
bergerak sampai kesempatan tersebut hilang begitu saja.
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).
Jadi seandainya kita
memiliki sepuluh keburukan pada diri kita, hendaknya kita hapus dengan
melaksanakan sepuluh kebaikan. Andai keburukan tersebut berjumlah ratusan, maka
ratusan kebaikan pun harusnya dikerjakan. Persoalannya sekarang, ketika dosa
dan keburukan kita jumlahnya begitu banyak tak terhingga, akankah kita masih
punya kesempatan dalam melakukan kebaikan untuk mengejar ketertinggalan dengan
banyaknya dosa tersebut?
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Az-Zumar: 53)
Allah selalu membuka pintu ampunan kepada hamba-Nya. Tidak sekedar menghapus dosa hamba-Nya, tetapi Allah juga memberi jalan untuk mempercepat terhapusnya dosa-dosa hamba-Nya. Salah satunya, Allah mendatangkan satu bulan yang penuh kemuliaan di antara sebelas bulan lainnya. Bulan ketika Allah akan melipatgandakan pahala siapa saja yang mengerjakannya pada bulan tersebut dibanding bulan lainnya. Bulan itulah Ramadhan, yang kini tengah berada di depan mata kita.
Allah selalu membuka pintu ampunan kepada hamba-Nya. Tidak sekedar menghapus dosa hamba-Nya, tetapi Allah juga memberi jalan untuk mempercepat terhapusnya dosa-dosa hamba-Nya. Salah satunya, Allah mendatangkan satu bulan yang penuh kemuliaan di antara sebelas bulan lainnya. Bulan ketika Allah akan melipatgandakan pahala siapa saja yang mengerjakannya pada bulan tersebut dibanding bulan lainnya. Bulan itulah Ramadhan, yang kini tengah berada di depan mata kita.
“Dalam bulan
biasa, pahala setiap kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipat, namun dalam bulan
Ramadhan pahala amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan amalan yang
sunah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadhan." (HR
Muslim)
Betapa Maha Pemurahnya Allah, besarnya
pelipatgandaan pahala dari amalan di bulan Ramadhan bisa dikatakan paling
efektif dalam menghapus banyaknya dosa kita. Merujuk hadist tersebut, jika di
bulan lainnya kita mengerjakan sholat berjamaah pahalanya 27 kali, maka di
bulan Ramadhan pahalanya bisa mencapai 27 kali 70 yaitu 1890. Membaca Qur’an
yang setiap hurufnya bernilai 10 kebaikan di bulan lain, jika di bulan Ramadhan
dapat bernilai hingga 700 kebaikan.
Walaupun tentu saja, besaran pahala
tidak dapat diprediksi semudah hitungan matematis demikian, namun yang
ditekankan ialah hendaknya kita mempersiapkan secara matang kedatangan bulan
yang penuh dengan kemurahan Allah tersebut. Rasulullah SAW beserta para
sahabat, secara sungguh-sungguh menyiapkan dirinya menyambut datangnya
Ramadhan.
Dalam
kitab Lathaaiful Ma’arif, diumpamakan bahwa Rajab adalah bulan untuk menanam,
Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.
Tentu saja kita kita tidak akan pernah memanem jika tidak ada yang kita tanam
maupun disemai. Kita pun tidak akan memanen manisnya rasa beribadah bulan
Ramadhan jika tidak pernah kita siapkan sejak saat ini, di bulan Rajab dan
Sya’ban.
Salah
satu yang bisa kita contoh, sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
“Saya sama sekali belum pernah melihat
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak
puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan
penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau
berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.” (HR. Muslim)
Membiasakan berpuasa sunnah
sebelum datang Ramadhan, menjadikan fisik terbiasa dan tidak kaget jika nanti
harus berpuasa sebulan penuh. Membiasakan bangun malam, mendirikan sholat
sunnah, juga dapat mengajak fisik kita agar pada bulan Ramadhan nanti tetap bisa
tekun mengerjakan berbagai rangkaian Qiyamul Lail Ramadhan. Jangan sampai, kita
hanya bisa mengikuti irama Ramadhan di bagian awalnya saja, setelah itu kita
kelelahan dan melewatkan sajian amal yang sangat istimewa begitu saja.
Begitu berharganya momen
beribadah di bulan Ramadhan yang sudah di depan mata ini, semestinya membuat
kita mulai menggiatkan diri dalam ibadah mulai dari sekarang juga. Termasuk
juga memperhatikan hal-hal yang bisa mengurangi pahala ibadah kita, seperti
menggunjing, berdusta, melihat yang bukan hak kita, mendengar yang tidak
seharusnya kita dengar. Tidak hanya puasa perut, tetapi kita juga harus
berlatih puasa mulut, puasa mata, maupun puasa telinga. Kita biasakan untuk
menjaga seluruh jiwa raga kita dari hal-hal yang bukan menjadi hak kita.
Sehingga jika Allah
panjangkan usia hingga kita benar-benar bisa menyentuh Ramadhan, kita bisa
melaksanakan ibadah secara optimal, sebagai wujud rasa syukur kita, sampai
akhirnya kita benar-benar menjadi manusia yang kembali fitrah, bersih dari dosa
yang telah luruh oleh dahsyatnya pelipatgandaan pahala di bulan Ramadhan. Kita
tidak pernah tahu apakah kita masih akan kembali bertemu Ramadhan di tahun
depan, maka hendaknya kita sungguh-sungguh berupaya agar tahun ini menjadi
Ramadhan terbaik bagi kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar